Senin, 14 Mei 2012

Hindu India dan Hindu Bali: Sebuah Studi Komparatif dalam Sistem Sosial

A. Kedatangan Hindu di India India memang terkenal dengan keanekaragaman etnik dan kultural. Hal ini dikarenakan daerah ini adalah tempat pencampuran berbagai ras sejak awal sejarahnya. Teori ini dikenal dengan sebutan melting pot . Warna kulit yang bervariasi, dari putih jernih sampai hitam kelam. Begitu pula dengan bentuk rambut dan warna mata. Kedatangan ras Kaukasia, yaitu bangsa Arya merupakan tanda dimulainya persebaran agama Hindu di daerah yang mendapat julukan Anak Benua ini. Pada 2500 SM, India memiliki kompleks peradaban kota yang terletak di tepi sungai Ravi yang berada 560 km dari Mahenjo Daro dengan pemerintahan bersifat teokratis. Peradaban disebut dengan Harappa. Penduduk kota tersebut hidup berdisiplin. Semangat perang tidak ada dikarenakan lokasi negeri yang terisolir dari dunia luar. Kehidupan masyarakatnya lebih religius. Agama mereka adalah pendahulu Shiraisme yang menghormati sapi dan ular naga. Dilihat dari segi makanan, mereka adalah vegetarian. Namun, peradaban tersebut seakan hancur secara tiba-tiba. Menurut para ahli, peradaban tersebut ambruk kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan ekologis berupa perubahan curah hujan yang berkurang, habisnya hutan akibat penggunaan kayu untuk dapur dan hasil hutan yang lain sebagai pakan ternak. Di samping itu, sebab paling utama dalam kehancuran peradaban tersebut adalah serbuan bangsa barbar yang tidak lain adalah bangsa Arya. Bangsa ini melakukan penyerangan terhadap peradaban Harappa dan meninggalkan Iran dikarenakan adanya perpindahan berupa desakan dari bangsa-bangsa lain. Bangsa ini merupakan bangsa nomaden, yaitu tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Pada 1750 SM, bangsa Arya memasuki India dari arah Barat Laut setelah meninggalkan daerah stepa di negeri Persia sekarang. Sebagian ahli berpendapat bahwa bangsa ini berasal dari negara-negara Danube di Eropa. Ketika merasa kekurangan tanah, mereka pun melakukan pengembaraan ke Asia dengan mengikuti jalan Timur hingga sampai ke laut Marmara. Kemudian, mereka menyeberangi Selat Bosporus atau Dardanela menuju ke Asia Minor (kecil). Perjalanan dilanjutkan hingga sampai di Parsi (Persia), kawasan yang berdekatan dengan Tabriz dan memasuki daerah India . Pada saat itu, mereka membawa buku suci Rg Weda, yaitu kitab suci kuno agama Hindu, sedangkan kitab Weda baru masuk ke India pada 600 SM. Weda tua berisikan tentang optimisme dalam menghadapi kehidupan dunia, harapan untuk memiliki umur panjang dan pembalasan terhadap kejahatan di kehidupan yang akan datang . Sedangkan Weda baru yang ditulis di lembah Indus mengindikasikan pesimisme. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan iklim yang melemahkan jasmani dan rohani, sehingga menyebabkan tidak kerasan. Semakin ke Selatan, Bangsa Arya semakin kehilangan semangat hidup . Kitab Weda dapat dibagi empat bagian besar, yaitu: 1. Rig Veda yang berisikan tentang prosuder upacara dan kelengkapan sesaji. 2. Sama Veda yang berisikan bait-bait syair yang harus dinyanyikan pada saat upacara berlangsung. 3. Atharva Veda yang berisikan doa-doa untuk menyembuhkan penyakit, ilmu sihir, doa perang, nyanyian-nyanyian sakti bagi kaum Brahmana dan ilmu yang berhubungan dengan dunia. 4. Jayur Veda yang berisikan berbagai macam mantera berupa puisi atau prosa . Menurut isi kitab, Rig Veda ditulis ketika bangsa Arya menduduki daerah Punjab . Hal ini dapat dilihat dari nama-nama yang disebutkan dalam isi kitab tersebut. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis ketika bangsa Arya telah beralih ke sebelah Timur dan Tenggara India. B. Sistem Sosial India Kuno Dalam agama Hindu, istilah penggolongan penganut agama yang diklasifikasikan berdasarkan profesi atau tugas yang diberikan dan dipegang dalam kehidupan bermasyarakat. Klasifikasi tersebut dikenal dengan warna atau karya. Kemunculan warna dalam masyarakat India bertujuan untuk mengantisipasi dan memepertahankan kemurnian darah dari keturunan bangsa Arya. Oleh karena itu, bangsa Arya pun membuat sebuah sistem yang mengatur sebuah perkawinan hanya dengan golongan tertentu. Penentuan golongan berdasarkan warna kulit, yang mana bangsa Arya memiliki kulit putih jernih lebih tinggi golongannya dibandingkan penduduk pribumi yang memiliki kulit hitam. Dengan demikan terbentuklah perbedaan pembagian kelas antara bangsa Arya, para penguasa yang menaklukkan India dan penduduk pribumi yang menjadi kaum marjinal di negeri sendiri . Mereka pun akhirnya membuat sistem tersebut dalam Kitab Weda sebagai sebuah legitimasi terhadap aturan tersebut . Secara umum, setidaknya ada empat tingkatan warna di dalam agama Hindu yang dikenal dengan istilah Catur Warna , yaitu: 1. Brahmana Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab dan keagamaan. Golongan ini umumnya adalah kaum pendeta dan agamawan. Mereka juga disebut golongan paderi atau sami. Kaum Brahmana tidak suka kekerasan yang disimbolisasi dengan tidak memakan dari makluk berdarah (bernyawa), sehingga sering menjadi seorang vegetarian. Bakat kelahiran mereka adalah mampu mengendalikan pikiran dan perilaku, menulis dan berbicara yang benar, baik, indah, menyejukkan dan menyenangkan. Kemampuan itu menjadi landasan untuk menyejahterakan masyarakat, negara dan umat manusia dengan mengamalkan ilmu pengetahuannya, hingga menjadi manggala yang berarti dituakan dan diposisikan secara terhormat, atau dalam keagamaan menjadi pemimpin upacara keagamaan . 2. Ksatria Mereka adalah golongan karya atau warna dalam agama Hindu yang memiliki tugas profesi sebagai bangsawan, tokoh masyarakat, penegak keamanan, penegak keadilan, pemimpin (direktur), pemimpin masyarakat, pembela kaum tertindas atau lemah karena tidak adanya keadilan dan kebenaran. Bakat dasar seorang ksatria adalah berani, bertanggungjawab, lugas, cekatan, pelopor, memperhatikan keselamatan dan keamanan, adil dan selalu siap berkorban untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Pada dasarnya, ksatria merujuk pada kelas masyarakat kasta bangsawan atau tentara, hingga raja . 3. Waisya Mereka adalah golongan karya atau warna dalam tatanan masyarakat menurut agama Hindu yang digolongkan bersama-sama dengan Brahmana dan Ksatria, sehingga disebut Tri Wangsa yang artinya tiga kelompok golongan karya atau profesi yang menjadi pilar penciptaan kemakmuran masyarakat. Bakat dasar golongan Waisya adalah penuh perhitungan, tekun, terampil, hemat, cermat, kemampuan pengelolaan aset (kepemilikan) sehingga kaum Wasya hampir identik dengan kaum pedagang atau pebisnis. Kaum Waisya adalah kelompok yang mendapat tanggungjawab untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan bisnis agar terjadi proses distribusi dan redistribusi pendapatan dan penghasilan, sehingga kemakmuran masyarakat, negara dan kemanusiaan tercapai . 4. Sudra Sudra (Sansekerta: śūdra) adalah sebuah golongan profesi atau warna yang paling rendah dalam agama Hindu di India. Sudra adalah golongan karya seseorang yang bila hendak melaksanakan profesinya sepenuhnya mengandalkan kekuatan jasmaniah, ketaatan, kepolosan, keluguan, serta bakat ketekunannya. Tugas utamanya adalah berkaitan langsung dengan tugas-tugas memakmurkan masyarakat, negara dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk golongan karya di atasnya, seperti menjadi buruh, tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan, dan penjaga . Selain sistem di atas, ada dua golongan yang tidak termasuk dalam sistem Catur Warna , yaitu: 1. Paria Golongan ini diberikan kepada yang mereka yang tidak termasuk dalam empat golongan di atas yang statusnya lebih rendah dari Sudra. Mereka yang termasuk dalam golongan ini dianggap bukan sebagai manusia dikarenakan tingkatan status yang paling rendah. Golongan ini mengalami diskriminasi dan penderitaan yang berat dalam menghadapi status sosial mereka yang berada di lapisan bawah. Kedudukan mereka juga disamakan dengan binatang sehingga disebut sebagai kaum hina dina yang tidak memiliki hak untuk hidup . Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang telah melakukan kesalahan besar, sehingga tidak bisa dimaafkan menurut agama, atau melakukan pelanggaran terhadap aturan agama. 2. Candala Golongan ini adalah mereka yang melakukan perkawinan antar warna. Golongan disamakan dengan Paria yang tersisih dan tidak mendapatkan hak dalam kehidupan. Perkawinan antar golongan yang termasuk dalam sistem Candala adalah perkawinan antara wanita dari empat kelas sistem teratas dengan laki-laki dari kasta Paria . Sebagai contoh, wanita dari kasta Brahmana melakukan perkawinan dengan seorang laki-laki dari kasta Paria. Dengan demikian, anak yang dilahirkan termasuk dalam kasta Candala. Golongan Candala muncul berdasarkan kode hukum kuno Manusmrti. Manusmrti adalah kitab undang-undang agama Hindu dan masyarakat di India kuno. Manusmrti juga dikenal dengan Manawa Dharma Sastra. Sastra ini termasuk dalam sembilan belas Dharmasastra, yang merupakan bagian dari Smrti. Manusmrti dianggap sebagai sastra tertua dan paling utama dari kelompok Dharmasastra yang lainnya. Beberapa bagian dari isi sastra ini menyinggung masalah sistem warna dalam masyarakat Hindu dan India, serta penjabaran tentang Catur Asrama. Secara garis besar, sastra ini merupakan tulisan percakapan antara Maharsi Manu dengan para rsi, yang memohon untuk mendapatkan pencerahan. Sastra ini terdiri atas 2.684 ayat dan dibagi ke dalam dua belas bab . C. Sistem Kasta India Modern Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , kasta adalah sebuah kata yang berarti penggolongan berupa tingkat atau derajat manusia dalam masyarakat beragama Hindu. Istilah ini diperkenalkan dan digunakan di India pada 1947 oleh Kolonial Inggris untuk membuat daftar masyarakat India yang lebih efisien. Hal ini bertujuan untuk menguasai India. Mereka menggunakan dua istilah untuk menggambarkan komunitas India, yaitu Caste dan Tribes. Istilah Caste digunakan untuk Jat dan Varna , sedangkan Tribes adalah komunitas yang hidup di kedalaman hutan, rimba dan pegunungan yang jauh dari keramaian. Selain itu, istilah ini juga digunakan untuk komunitas yang sulit untuk diberi kasta. Sebagai contoh, komunitas yang mencari nafkah dari mencuri atau merampok. Pemerintah India sekarang mengambil sebuah kebijakan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap kaum yang berkasta rendah, yaitu sebuah kebijakan atau program pemerintah yang bertujuan untuk mengoreksi praktek diskriminasi di masa lalu dan sekarang, melalui tindakan-tindakan aktif untuk menjamin persamaan hak untuk memperoleh kesempatan di dalam pekerjaan dan pendidikan. Kebijakan ini disebut dengan Diskriminasi Positif (Positive Discrimination / Affirmative Action). Kebijakan ini diberikan kepada mereka yang digolongkan kasta rendah berdasarkan daftar yang telah dibuat oleh Pemerintah Inggris. Dengan kata lain, pemerintah menggunakan daftar tersebut untuk memberikan hak kepada golongan berkasta rendah untuk berkehidupan yang layak dan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Pemerintah India sekarang lebih fleksibel dalam penentuan kasta. Secara umum kasta terdiri dari dua tingkatan, yaitu kasta tinggi dan kasta rendah. Mereka yang termasuk dalam golongan elit memiliki kasta yang tinggi, sementara sisanya termasuk dalam kasta rendah. Kasta tinggi adalah kebanyakan dipegang oleh empat golongan pertama. Mereka memegang posisi penting dalam pemerintahan India atau memiliki pekerjaan yang mapan. Kaum Brahmana pada masa modern tidak hanya sebagai agamawan, tetapi sebagian sudah menjadi insinyur, dokter dan ahli hukum. Kasta rendah terbagi dalam tiga kategori , yaitu: 1. Scheduled Castes (SC) Golongan ini disebut juga dengan Dalit. Yang masuk dalam kategori ini adalah masyarakat dari luar kasta (paria). Kaum ini eksis di tingkatan yang sangat rendah. Sampai akhir tahun 80-an, mereka disebut harijan yang berarti anak Tuhan. Julukan tersebut diberikan oleh Mahatma Ghandi pada mereka. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat menerima kaum paria ini diantara mereka. 2. Scheduled Tribes (ST) Kategori ini termasuk di dalamnya masyarakat yang tidak menerima sistem kasta dan lebih suka hidup di kedalaman hutan, rimba dan pegunungan di India, jauh dari keramaian masyarakat. ST juga disebut Adivasis yang berarti penduduk asli. Untuk golongan ini Ghandi memberi nama Girijan, yang berarti orang-orang bukit. Masyarakat ST ini banyak terdapat di negara bagian Orissa, Bihar, Jharkhand dan di negara bagian ujung timur laut India, Mizoram. 3. Other Backward Classes (OBC) Kategori ini juga disebut dengan Backward Classes. Yang termasuk di dalamnya kasta dari Sudra Varna dan juga mantan paria yang telah pindah dari Hindu ke agama lain. Kategori ini juga mencakup nomad dan tribes yang mencari nafkah dari tindakan kriminal. D. Kemunculan Hindu di Bali Orang Bali adalah orang Hindu dari Kosta, India . Kedatangan orang Hindu ke Bali bermula dari kunjungan Raja Janggala Dewa Kusuma ke Tanah Keling. Beliau mempersunting putri raja beragama Hindu dan membawanya ke kerajaan Janggala. Dengan kembalinya sang Raja ke Jenggala, maka banyak rombongan orang Hindu dari tanah Keling yang ikut berlayar mencari daerah baru, terutama di Negeri Bawah Angin , salah satunya mendarat di Pulau Bali. Alkisah adalah zaman Nabi Sulaiman, tiada yang ada daripada bangsa manusia di negeri bawah angin ini melainkan bangsa jin dewa dan mambang siluman juga. Maka pada masa itu, banyak orang Hindu datang ke negeri bawah angin ini, maka barulah ada bangsa manusia orang Hindu agama Buda menyembah yang lain daripada Allah. Maka tatkala bertambah banyak orang Hindu kepada segala negeri bawah angin ini, pada masa itulah Raja Jawa Dewa Kusuma di negeri Jenggala di darat Surabaya berlayar ke tanah Keling, berbinikan putri anak Raja Hindu yang menyembah gambar kera putih ditulis kepada kain hitam, dibuat panji-panji, disembah. Maka gambar kera putih itu rupanya penghulu qarya Ayala yang mengambil ikan pada hari Sabtu yang dijadikan Allah binatang kera . Maka dibuang Dewa Kusuma panji-panji itu ke dalam laut, maka berpindah pula raja Hindu itu menyembah lembu putih, katanya panji-panji kera putih itu jada lembu putih. Ada yang menyembah burung elang, ada yang menyembah segala rupa, masing-masing dengan akal dan kelakuannya, tiadalah dipanjagkan hikayat Dewa Kusuma itu. Maka tiada lama Dewa Kusuma di tanah Keling, maka dibawanya istrinya pulang ke tanah Jawa di negeri Jenggala. /11/ Kepada zaman itulah banyak kapal Keling Hindu datang ke negeri bawah angina. Ada yang duduk di tanah Jawa dan tanah Madura dan tanah Bali dan Sumbawa dan tanah Bugis dan Banjar dan tanah Palembang dan tanah Kamboja dan lainnya, maka masyhurlah kepada zaman itu berdiri agama Hindu kepada segala negeri di bawah angin ini . Dilihat dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemeluk Hindu di berbagai daerah di Nusantara bukan hanya penduduk asli, tetapi juga para pendatang dari daerah lain, terutama Tanah Keling. Selain itu, pemeluk Hindu yang merupakan pendatang dari Kerajaan Majapahit juga memiliki andil dalam keberagaman pemeluk Hindu di Bali. Kedatangan pemeluk Hindu dari Majapahit ke Bali diperkirakan terjadi pada masa keruntuhan Majapahit. Hal ini kemungkinan besar terjadi pada 1403 saka atau 1476 masehi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk telah ambruk . Sumber lain menyebutkan bahwa Bali dan Jawa memiliki hubungan sejak pemerintahan Ratu Blambangan . Dengan demikian, tidaklah mustahil bahwa setelah keruntuhan Majapahit, para pemeluk Hindu melakukan pengungsian ke Bali untuk menghindari tekanan dari kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Demak. I Wayan Simpen menyebutkan bahwa hubungan antara Jawa dan Bali sempat putus. Hal ini memicu kemarahan Raja Majapahit yang menganggap Raja Dalem bedahulu telah merusak agama Bali. Di lain pihak, Raja Dalem Bedahulu tidak mau tunduk pada Majapahit. Raja pun mengutus Patih Gajah Mada untuk menasehati Raja Dalem Bedahulu agar mengirim Kebo Iwa ke Majapahit untuk mencari istri. Nasehat ini membuat Dalem Bedahulu mengira bahwa itu adalah sebuah tipu muslihat agar ia mau menyerahkan kekuasaanya kepada Pusang Grigir. Akhirnya, Gajah Mada pulang ke Majapahit dengan Kebo Iwa dan diperkenalkan dengan seorang wanita cantik yang menyuruhnya untuk menggali sumur. Ketika berada dalam sumur, rakyat Majapahit melemparinya dengan batu dan Kebo Iwa tetap mempertahankan diri dengan melemparkan kembali batu tersebut. Dia mengerti bahwa telah ditipu oleh Gajah Mada untuk dibunuh. Dia pun memberitahukan bahwa ia tidak dapat dibunuh dengan senjata, hanya dapat dibunuh dengan kapur tohor dan air jeruk. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa apabila api menyala di puncak bukit nanti, itu adalah tanda bahwa ia meminta korban rakyat Majapahit. Gajah Mada pun menimbunnya dengan kapur dan air jeruk yang membuat Kebo Iwa menemui ajalnya . E. Sistem Kasta Hindu Bali Sistem pengelompokkan di Bali dipengaruhi oleh sistem Hindu Jawa. Istilah Catur Warna juga dikenal di Bali. Pembagian empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatrya, Waisya dan Sudra ditemukan dalam prasasti tembaga Bila II yang berangka 995 Saka atau 1073 M dari zaman Raja Anak Wungsu . Namun, sistem kasta tersebut bukan berdasarkan pada warna kulit sebagaimana yang terjadi di India. Pengelompokkan di Bali lebih didasarkan pada pembagian tugas dan kedudukan di masyarakat. Istilah dalam Catur Warna di Bali muncul akibat pengelompokkan berdasarkan tugasnya dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sistem gelar yang masih bertahan sampai sekarang. Sebagai contoh, Cokor I Dewa, Cokorde dan I Dewa Ayu sebagai sebutan bagi keturunan Sri Kresna Kepakisan yang diangkat oleh Majapahit untuk memimpin Bali. Kemudian muncullah istilah yang lebih dikenal dalam masyarakat Bali, yaitu Catur Wangsa atau Catur Jadma yang mengacu sistem pelapisan sosial. Secara umum, tiga golongan teratas disebut dengan triwangsa dan golongan sudra lebih sering disebut dengan jaba . Kemunculan sistem sosial bermula setelah Kebo Iwa dapat mengalahkan Raja Dalem Bedahulu dan Prabu Mirid yang menguasai Pulau Bali. Setelah Kebo Iwa menjadi Raja, maka ia pun menunjuk Remjana sebagai pemangku pemerintahan. Maka Remjana dan seluruh anak cucunya termasuk dalam bangsa wesia, bangsa asal raja yang memerintah di tanah Bali . Bangsa brahmana adalah keturunan dari seorang pendeta Hindu yang datang dari Jawa ke tanah Bali bernama Brahmana Sakti atau Sang Aji Saka . Bangsa sudra adalah bangsa Siam yang menjadi pendatang di Bali dan bangsa Ksatrya adalah keturunan bangsa Arya dari Dewa Agung . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemunculan kasta di Bali bukan berdasarkan pada penentuan warna kulit sebagaimana yang terjadi di India, tetapi lebih berdasarkan tugasnya dalam masyarakat yang terus berlangsung turun-temurun. Selain itu, terdapat banyak perbedaan dalam sistem sosial dalam masyarakat Hindu Bali dan Hindu India. Perkembangan sekte di Bali tidak banyak sebagaimana yang berkembang di India. Hal ini disebabkan ketika Hindu datang ke Jawa dan kemudian menyebar ke Bali, perkembangan sekte belum banyak terjadi. Oleh karena itu, Bali kini hanya memiliki satu agama Hindu, satu agama thirta atau agama air suci . Hal ini akan sangat berbeda dengan India yang memiliki banyak sekte. Keragaman sekte ini pun berdampak pula pada keragaman status sosial pada penganut sekte tersebut. Kedudukan sekte yang berkastakan Brahmana akan memiliki tingkat yang berbeda antara sekte satu dengan lainnya. Dengan kata lain, dalam satu kasta terdapat lagi berbagai tingkatan kasta yang disebabkan perbedaan sekte yang dianut. Hal ini akan sangat berbeda dengan di Bali. Satu agama menyebabkan sistem sosial tidak memungkinkan pembagian tingkatan dalam satu kasta. Komparatif Hindu Bali dan Hindu India dapat ditelaah menggunakan sebuah teori sistem sosial yang dikembangkan oleh Parsons. Kerangka teori sistem sosial A-G-I-L (Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latent Pattern Maintenance). Kerangka teori tersebut dapat dikaji dengan asumsi bahwa perubahan di dalam sistem sosial terjadi secara gradual melalui periode yang panjang. Selain itu, perubahan tersebut juga melalui penyesuaian dan tidak berlangsung secara revolusioner . Melihat komparatif India dan Bali dalam sistem sosial menggunakan teori di atas, dapat dikatakan bahwa perbedaan sistem sosial tidak bisa dipungkiri antara keduanya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan sistem sosial antara Hindu India dan Hindu Bali terjadi melalui proses yang cukup panjang dengan adanya penyesuaian. Hal ini tidak bisa lepas dari adanya local genius masyarakat Jawa dan Bali pada khususnya dan Nusantara pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Al-Misri, Abdullah bin Muhammad. 2008. Karya Lengkap Abdullah bin Muhammad al-Misri. Jakarta: Komunitas Bambu. As-Shawi, Ahmad bin Muhammad. 1993. Hasyiah as-Shawi a’la Tafsir al- Jalalain. Beirut: Dar el-Fikr. Boedhihartono, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Sistem Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Bruhat, Jean. 1958. Historie de l’Indonesie. Paris: Presses Universitaires de France. Daldjoeni, N. 1992. Geografi Kesejarah I: Peradaban Dunia. Bandung: Penerbit Alumni. Goris, R. 1973. Sekte-sekte di Bali. Jakarta: Penerbit Bhratara. Raffles, Thomas Stamford. 2008. History Of Java. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Shalaby, Ahmad. 1998. Perbandingan Agama: Agama-agama Besar di India. Jakarta: Bumi Aksara Sihombing, O. D. P. 1962. India: Sedjarah dan Kebudajaannja. Bandung: Sumur Bandung. Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara. Sumber Internet: Britannica. Candala. Diambil pada 21 Desember 2011 pukul 9:09 WITA dari http://www.britannica.com Kementrian Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan. Diambil pada 16 Desember 2011 pukul 11:28 WITA dari http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi Murwanto, E. Sistem Kasta India Modern. Diambil pada 16 Desember 2011 pukul 13.11 WITA dari http://murwanto.blogspot.com Wikipedia. Manusmrti. Diambil pada 21 Desember 2011 pukul 9:15 WITA dari http://id.wikipedia.org ______Brahmana. Diambil pada 16 Desember 2011 pukul 13:13 WITA dari http://id.wikipedia.org ______Sudra. Diambil pada 16 Desember 2011 pukul 13:46 WITA dari http://id.wikipedia.org _______Kasta. Diambil pada 16 Desember 2011 pukul 08:49 WITA dari http://id.wikipedia.org ______Ksatria. Diakses pada 16 Desember 2011 pukul 13:46 WITA dari http://id.wikipedia.org ______Paria. Diambil pada 19 Desember 2011 pukul 10:10 WITA dari http://id.wikipedia.org ______Warna_(Hindu). Diambil pada 19 Desember 2011 pukul 10:19 WITA dari http://id.wikipedia.org ______Endogamy. Diambil pada 19 Desember 2011 pukul 10:53 WITA dari http://en.wikipedia.org ______Varna_(Hinduism). Diambil pada 19 Desember 2011 pukul 10:51 WITA dari http://en.wikipedia.org

Sabtu, 07 April 2012

Telah banyak waktu yang terbuang. Dari sekarang mungkin akan kugunakan fasilitas yang tersedia di kampus ini. Berusaha agar hidup ini tak sia-sia. Berusaha agar tak ada sedikit pun celah untuk menghamburkan waktu dalam alam pikirku yang semakin sempit. Inilah saatnya aku berubah untuk meyakinkan diri menulis, menulis dan menulis. Meskipun hanya seuntai kata yang tercipta. Itu akan sangat berarti bagi diri ini. PSP Sejarah FKIP Unlam.

Minggu, 11 April 2010

Ummmmm....
dc lama mq gak ngeblog nih...!!!!!
kangen juga dengan nulis di blog!!!!!!!
Apa sih manfaat yang blog tawarkan kepada kita???
kalo menurutku sih banyak, tapi yang pastinya di samping sebagai media curhat, bisa juga sebagai media untuk melatih kita dalam keterampilan membuat tulisan yang pastinya akan dapat digunakan di masa yang akan datang. Bukan hanya itu, menurutku blog juga sebagai wadah untuk kita mengenal teknoligi masa kini!!!! masih banyak lagi yang perlu dibicarakan, tapi kayaknya cukup dulu deh....
Ini hanya tulissan pelepas rinduku kepada blog!!!

Senin, 04 Januari 2010

FENOMENA TOLERANSI BERAGAMA



Toleransi beragama sekarang sudah dianggap sebagai kalimat yang tidak lagi dipandang penting. Lihat saja sekarang, banyak orang terutama kalangan public figure yang mengatasnamakan toleransi beragama untuk menghalalkan mereka menikah beda agama. Belum lagi, perayaan natal yang juga dilakukan oleh sebagian umat islam yang tidak mengetahui secara mendalam tentang agama. Hal ini tentu saja membuat masyarakat menganggap bahwa toleransi beragama tersebut adalah seperti yang dilakukan oleh mereka.
Apa sih sebenarnya toleransi beragama itu ?
Toleransi kalau menurutku yang kurang mendalami Pendidikan Kewarnegaran adalah sebuah sikap yang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan apa yang diinginkannya. Dalam konteks agama, maka pengertiannya adalah memberikan kesempatan kepada pemeluk agama lain untuk melakukan ibadah sesuai dengan apa yang diyakininya.
Lalu, apakah toleransi beragama ada di dalam hukum islam ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan memaparkan beberapa hikmah hukum islam yang ditetapkan oleh Allah SWT, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagi orang kafir yang berada atau tinggal di negeri islam diperintahkan untuk membayar pajak sebagai jaminan keamanan dari pemerintah yang berkuasa.
2. Siapapun tidak boleh memaksakan kepada orang lain untuk memeluk agama islam terutama para penguasa.
3. Pada zaman Nabi Muhammmad SAW, beliau tidak akan memulai peperangan terhadap sebuah kaum sebelum mengutus orang untuk memberikan tawaran memasuki agama islam. Jika mereka enggan, maka beliau memberikan dispensasi dengan cara membayar pajak (dalam Bahasa Arab disebut Jizyah ) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syariat islam. Jika mereka masih tidak mau menerima keduanya, maka Rasulullah SAW mengumumkan untuk melakukan persiapan perang.
Apakah toleransi beragama yang sekarang berhembus kencang tersebut dapat dibenarkan?
Masalah ini sebenarnya sudah sangat jelas bagi umat islam untuk mengambil kesimpulan terutama bagi mereka yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang agama. Toleransi memang diperbolehkan di dalam agama islam, namun bukan berarti diperbolehkan mengikuti apa saja yang mereka lakukan baik berupa merayakan hari istimewa mereka bahkan samapi memeluk agama lain.
Dalam sebuah perkataan yang saya tidak begitu mengetahui dengan jelas asal-usulnya, namun kemungkinan besar adalah Hadits (perkataan Nabi Muhammad SAW) yang berbunyi :
“Barangsiapa yang membuat dirinya menyerupai dengan suatu kaum, maka ia pun termasuk dalam golongan kaum tersebut”
Menyerupakan diri dalam konteks ini jangan dipandang terlalu luas. Maksud perkataan di atas adalah sesorang yang membuat dirinya mempunyai akidah atau keyakinan yang sama dengan kaum tersebut, bukan berarti tidak boleh memakai apa yang dipakai oleh mereka, tetapi dengan catatan selama tidak melanggar garis hukum islam.
Oleh karena itu, sudah sepastasnya kita yang menganut agama islam yang lurus untuk selalu megikuti apa yang telah ditetapkan oleh syariat islam. Bukan hanya aturan beribadah, tetapi kita juga harus mengambil sikap dalam mengikuti aturan dalam hidup bermasyarakat yag baik.
Semoga kita selalu mendapat lindungan dari Yang Maha Kuasa dan senantiasa berada di bawah naungan rahmat-Nya hingga Hari Kiamat. Amie.
Azmie
Penjara Suci, Zaid bin Tsabit
4 Januari 2010, 01:02 PM

Sabtu, 26 Desember 2009

Esensi Pengorbanan

Pengorbanan. Satu kata ini mungkin tak asing lagi di telinga kita semua dan tentunya bukan hal aneh lagi karena dalam keseharian ini tentunya kita telah banyak melakukan pengorbanan. Sebagai seorang anak yang sedang menimba ilmu, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran, tentu saja kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga mencurahkannya dengan bermacam alasan, salah satunya demi membahagiakan orang tua, dan memang begitu seharusnya. Sebagai seorang mahasiswa yang tengah dilanda kegalauan melihat “adik-adik” di kampung halaman yang tengah berjuang keras mencari informasi dunia pasca “putih abu-abu”, merupakan tugas kita lah sebagai seorang “kakak” untuk memberikan motivasi serta informasi, dan itu dibayar dengan pengorbanan, pengorbanan pikiran, waktu, tenaga bahkan harta. Sebagai seorang manusia yang sudah masuk ke jenjang dewasa, pengorbanan waktu dan tenaga dalam mencari ilmu dan pengalaman hidup, mencari jatidiri di tengah lalu lintas idealisme orang-orang di sekitar kita, semuanya tentu akan membuat kita menjadi lebih dewasa dan mengerti bagaimana menghadapi dan menyelesaikan berbagai problematika kehidupan serta bagaimana menghadapi berbagai macam tipe manusia..
Menilik arti dari kata pengorbanan itu sendiri, kita bisa mengambil kata kunci “memberi” serta “tanpa pamrih”. Memberi tidak harus selalu berupa materi namun berbagi ilmu pengetahuan dengan cara mengajari orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Bukan hanya itu, memberi nasihat juga merupakan contoh pengorbanan yang di dalamnya ada unsur memberi, dengan meluangkan waktu dan tenaga kita sedikit untuk bertemu, silaturahmi serta saling mengingatkan dalam kebaikan dengan teman/saudara kita itu sudah menunjukkan pengorbanan kita. Tanpa pamrih, tentunya dengan kesadaran kita sendiri, kita dianjurkan untuk memberikan pengorbanan di segala macam lini kehidupan dengan ikhlas, tanpa mengharap sebuah balasan apalagi balasan materi. Cukuplah ridho Allah SWT menjadi tujuan kita dalam sebuah pengorbanan.
Berbagai macam bisikan setan di dalam hati dan halangan lainnya memang bukan hal aneh lagi dalam setiap pengorbanan yang kita lakukan. Tidak aneh jika teman-teman lainnya juga merasakan itu. Dalam dunia yang semakin meng-global dan menjadikan materi sebagai tujuan utama, landasan iri, pamer, dan berbagai macam alibi pengorbanan lainnnya yang dihembuskan “musuh Allah” dalam hati kita senantiasa menghalangi niat ikhlas kita terhadap-Nya. Dan itu salah satu ujian buat kita, apakah kita mampu mengalahkannya, ataukah justru kita yang akan termakan oleh niat-niat yang bukan niat mencari ridhoNya?
Flashback baberapa ribu tahun yag lalu, dimana pengorbanan terbesar dalam sejarah umat manusia dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, yang mendapatkan mimpi dari Sang Khalik untuk mengorbankan anaknya yang masih muda belia dengan cara disembelih. Namun, dengan hati yang lapang beliau melaksanakan perintah tersebut . Inilah yang nantinya menjadi cikal bakal adanya ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha, untuk menghormati keberanian dan keteguhan beliau dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Pengorbanan juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman beliau demi menjalankan misi yang beliau terima yaitu menyebarkan agama islam. Peristiw a ii terjadi ketika hijrah ke Kota Madiah, tentu bukanlah hal yang mudah untuk meninggalkan kampung halaman tempat dilahirkan dalam keadaan terusir, serta meninggalkan sanak saudara dan harta. Namun, demi menyebarkan risalah, beliau berani melakukan pengorbanan yang belum tentu mampu dilakukan oleh orang lain.
Sahabat akrab beliau yang bernama Abdullah bin Abi Kuhafah atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakar As Siddiq, juga melakukan pengorbanan yang tak sedikit demi terlaksananya penyebaran agama islam. Mulai dari tenaga, pikiran bahkan seluruh harta beliau dikorbankan demi mendukung apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk menegakkan syiar islam.
Ingatlah betapa banyak pengorbanan yang dilakukann oleh orang tua demi membiayai kita untuk mengeyam pendidikan yan layak mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semua itu tentunya bukanlah hal yang mudah. Ayah sebagai kepala keluarga bekerja membanting tulang untuk memghidupi keluarganya yang ada di rumah, sedangkan ibu mendidik dan menjaga anak-anaknya di rumah sebagai bentuk yanggung jawab terhadap suaminya yang berada di tempat kerja.
Pengorbanan kita sekarang sebagai para penuntut ilmu adalah berupa waktu, pikiran dan tenaga. Sudah seharusnyalah kita menyisihkan waktu muda kita untuk menuntut ilmu agama yang nantinya akan berguna untuk membangun kembali kejayaan peradaban islam di masa lalu, mengorbankan pikiran kita untuk selalu berusaha menuntut ilmu agama agar selalu mempunyai landasan idealisme yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh dengan berbagai macam isu yang ingin menghancurkan akidah islam dan mengorbankan tenaga kita untuk mendatangi majelis ilmu.
Para pahlawan yang gugur untuk merebut kemerdekaan negara kita tidaklah kecil. Mereka mengorbankan jiwa, pikiran dan harta mereka demi mendapatkan sebuah kebebasan dari tangan kaum penjajah. Tak sedikit dari mereka yang tidak sempat merasakan indahnya kemerdekaan dan kebebasan dari penindasan dari orang lain. Coba kita ingat lagi sejarah indonesia yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 atau yang lebih dikenal dengan kejadian G-30-S/PKI, yang mana pada saat itu terjadi pemberontakan oleh partai komunis yang bertujuan untuk membuat negara kita ini menjadi negara komunis. Kejadian ini pun memakan korban sebanyak delapan jendral dan mayat mereka dibuang ke dalam sebuah sunur yang disebut Lubang Buaya.
Esensi atau nilai dari pengorbanan terletak pada keikhlasan orang yang melakukannya. Dengan demikian marilah kita dengan ikhlas berkorban waktu, pikiran dan tenaga demi kemajuan peradaban islam supaya tidak kalah dengan perkembangan zaman modern sekarang ini. Di samping itu, pengorbanan juga kita lakukan demi nusa, bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan lindungan-Nya kepada kita semua. Amien.

Kamis, 24 Desember 2009

Pernikahan beda agama? Why not?


Pernikahah beda agama dibolehkan gak sih?
Ini adalah sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh ulama zaman sekarang secara gamblang, agar tidak ada lagi kesamaran dalam masalah hukumnya, karena pada zaman sekarang sudah marak pernikahan beda agama yang dilakukan oleh kalangan public figure., sehingga msyarakat awam mulai bingung dengan sikap pemerintah terutama pihak yang bersangkutan dalam menangani masalah ini.
Memang sih negara kita bukanlah negara yang berbasis kepada syariah islam, namun mayoritas penduduk negara ini yang menganut agama islam membuat kita mau tidak mau juga harus mengikuti aturan hukum islam yang harus dipatuhi oleh s
eluruh umat muslim yang ada di Indonesia ini.

Jumat, 25 September 2009

Kehebatan Tentara Zionis-Israel Hanya Mitos

Posted in Media Watch, Politik, Tsaqofah by Abdul Shaheed on the May 10th, 2007
Artikel ini bisa dibaca di www.gaulislam.

Zionis-Yahudi merupakan kaum yang banyak diselubungi mitos dan kedustaan. Beberapa mitos yang terus dipelihara hingga kini dan terus disebarluaskan lewat corong-corong media massa yang dikuasainya, antara lain: Kaum Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan, kaum Yahudi adalah bangsa yang cerdas.
Mitos lainnya, kaum Yahudi merupakan korban terbesar dalam Perang Dunia II lewat peristiwa pembantaian massa yang dilakukan Nazi-Jerman lewat apa yang dinamakan Holocoust (The Final Solution), MOSSAD dan Israeli Defense Force (IDF) merupakan dinas rahasia dan tentara terhebat di dunia, dan sebagainya.
Klaim Zionis-Yahudi tentang Tanah Palestina juga merupakan kebohongan besar, karena lewat pengkajian sejarah yang banyak dilakukan sejarawan Barat sendiri, mereka menemukan bahwa klaim Yahudi ini tidak ada dasar ilmiah dan historisnya.

Label