Sabtu, 26 Desember 2009

Esensi Pengorbanan

Pengorbanan. Satu kata ini mungkin tak asing lagi di telinga kita semua dan tentunya bukan hal aneh lagi karena dalam keseharian ini tentunya kita telah banyak melakukan pengorbanan. Sebagai seorang anak yang sedang menimba ilmu, pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran, tentu saja kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga mencurahkannya dengan bermacam alasan, salah satunya demi membahagiakan orang tua, dan memang begitu seharusnya. Sebagai seorang mahasiswa yang tengah dilanda kegalauan melihat “adik-adik” di kampung halaman yang tengah berjuang keras mencari informasi dunia pasca “putih abu-abu”, merupakan tugas kita lah sebagai seorang “kakak” untuk memberikan motivasi serta informasi, dan itu dibayar dengan pengorbanan, pengorbanan pikiran, waktu, tenaga bahkan harta. Sebagai seorang manusia yang sudah masuk ke jenjang dewasa, pengorbanan waktu dan tenaga dalam mencari ilmu dan pengalaman hidup, mencari jatidiri di tengah lalu lintas idealisme orang-orang di sekitar kita, semuanya tentu akan membuat kita menjadi lebih dewasa dan mengerti bagaimana menghadapi dan menyelesaikan berbagai problematika kehidupan serta bagaimana menghadapi berbagai macam tipe manusia..
Menilik arti dari kata pengorbanan itu sendiri, kita bisa mengambil kata kunci “memberi” serta “tanpa pamrih”. Memberi tidak harus selalu berupa materi namun berbagi ilmu pengetahuan dengan cara mengajari orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan. Bukan hanya itu, memberi nasihat juga merupakan contoh pengorbanan yang di dalamnya ada unsur memberi, dengan meluangkan waktu dan tenaga kita sedikit untuk bertemu, silaturahmi serta saling mengingatkan dalam kebaikan dengan teman/saudara kita itu sudah menunjukkan pengorbanan kita. Tanpa pamrih, tentunya dengan kesadaran kita sendiri, kita dianjurkan untuk memberikan pengorbanan di segala macam lini kehidupan dengan ikhlas, tanpa mengharap sebuah balasan apalagi balasan materi. Cukuplah ridho Allah SWT menjadi tujuan kita dalam sebuah pengorbanan.
Berbagai macam bisikan setan di dalam hati dan halangan lainnya memang bukan hal aneh lagi dalam setiap pengorbanan yang kita lakukan. Tidak aneh jika teman-teman lainnya juga merasakan itu. Dalam dunia yang semakin meng-global dan menjadikan materi sebagai tujuan utama, landasan iri, pamer, dan berbagai macam alibi pengorbanan lainnnya yang dihembuskan “musuh Allah” dalam hati kita senantiasa menghalangi niat ikhlas kita terhadap-Nya. Dan itu salah satu ujian buat kita, apakah kita mampu mengalahkannya, ataukah justru kita yang akan termakan oleh niat-niat yang bukan niat mencari ridhoNya?
Flashback baberapa ribu tahun yag lalu, dimana pengorbanan terbesar dalam sejarah umat manusia dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS, yang mendapatkan mimpi dari Sang Khalik untuk mengorbankan anaknya yang masih muda belia dengan cara disembelih. Namun, dengan hati yang lapang beliau melaksanakan perintah tersebut . Inilah yang nantinya menjadi cikal bakal adanya ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha, untuk menghormati keberanian dan keteguhan beliau dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Pengorbanan juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang mana beliau memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman beliau demi menjalankan misi yang beliau terima yaitu menyebarkan agama islam. Peristiw a ii terjadi ketika hijrah ke Kota Madiah, tentu bukanlah hal yang mudah untuk meninggalkan kampung halaman tempat dilahirkan dalam keadaan terusir, serta meninggalkan sanak saudara dan harta. Namun, demi menyebarkan risalah, beliau berani melakukan pengorbanan yang belum tentu mampu dilakukan oleh orang lain.
Sahabat akrab beliau yang bernama Abdullah bin Abi Kuhafah atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakar As Siddiq, juga melakukan pengorbanan yang tak sedikit demi terlaksananya penyebaran agama islam. Mulai dari tenaga, pikiran bahkan seluruh harta beliau dikorbankan demi mendukung apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk menegakkan syiar islam.
Ingatlah betapa banyak pengorbanan yang dilakukann oleh orang tua demi membiayai kita untuk mengeyam pendidikan yan layak mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semua itu tentunya bukanlah hal yang mudah. Ayah sebagai kepala keluarga bekerja membanting tulang untuk memghidupi keluarganya yang ada di rumah, sedangkan ibu mendidik dan menjaga anak-anaknya di rumah sebagai bentuk yanggung jawab terhadap suaminya yang berada di tempat kerja.
Pengorbanan kita sekarang sebagai para penuntut ilmu adalah berupa waktu, pikiran dan tenaga. Sudah seharusnyalah kita menyisihkan waktu muda kita untuk menuntut ilmu agama yang nantinya akan berguna untuk membangun kembali kejayaan peradaban islam di masa lalu, mengorbankan pikiran kita untuk selalu berusaha menuntut ilmu agama agar selalu mempunyai landasan idealisme yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh dengan berbagai macam isu yang ingin menghancurkan akidah islam dan mengorbankan tenaga kita untuk mendatangi majelis ilmu.
Para pahlawan yang gugur untuk merebut kemerdekaan negara kita tidaklah kecil. Mereka mengorbankan jiwa, pikiran dan harta mereka demi mendapatkan sebuah kebebasan dari tangan kaum penjajah. Tak sedikit dari mereka yang tidak sempat merasakan indahnya kemerdekaan dan kebebasan dari penindasan dari orang lain. Coba kita ingat lagi sejarah indonesia yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 atau yang lebih dikenal dengan kejadian G-30-S/PKI, yang mana pada saat itu terjadi pemberontakan oleh partai komunis yang bertujuan untuk membuat negara kita ini menjadi negara komunis. Kejadian ini pun memakan korban sebanyak delapan jendral dan mayat mereka dibuang ke dalam sebuah sunur yang disebut Lubang Buaya.
Esensi atau nilai dari pengorbanan terletak pada keikhlasan orang yang melakukannya. Dengan demikian marilah kita dengan ikhlas berkorban waktu, pikiran dan tenaga demi kemajuan peradaban islam supaya tidak kalah dengan perkembangan zaman modern sekarang ini. Di samping itu, pengorbanan juga kita lakukan demi nusa, bangsa dan negara kita yang tercinta ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan lindungan-Nya kepada kita semua. Amien.

1 komentar:

Label